Senin, 27 Juni 2011

Pendidikan Generasi Laskar Pelangi



  • Ini Artikel Pertamaku yang ditulis pada bulan Juli dan dimuat media online. Silahkan jika ada yang bersedia membacanya dan mengkritisi ataupun memberikan masukan :


    Hidup untuk memberi sebanyak- banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak – banyaknya.
    (Laskar Pelangi)

    ...


    Sederhana, mengalir alami, menyentuh dan kritis. Sosok itu ditampilkan Bu Muslimah sehingga layak digelari pejuang pendidikan. Kesulitan saran sekolah tak sedikitpun mengendurkan semangat mengajar. Jiwa pengabdian teramat tulus bagi masa depan anak didiknya. Mengajar dimaknai bukan semata memenuhi kebutuhan hidup dan agar dapur tetap ngebul, melainkan sebuah proses memperbaiki nasib anak bangsa. Beliau bekerja tanpa pamrih tak peduli ejekan mengalir deras. Tangan emas beliau akhirnya berhasil melahirkan generasi emas. Kumpulan anak cerdas yang dibentuk jeratan kemiskinan. Bu Muslimah menyebut mereka “laskar pelangi”.



    Pendidikan sendiri menjadi sarana strategis merumuskan masa depan. Maju mundurnya sebuah negara ditentukan bagaimana kualitas sumber daya manusia, dimana pendidikan termasuk unsur pembentuknya. Ketika pendidikan terabaikan, dapat dikatakan setengah tiang negara mengalami kelumpuhan. Itu mengapa negara maju senantiasa menganggarkan dana besar bagi perkembangan dunia pendidikan. Kondisi berbeda di Indonesia, dimana terpenuhinya 20% anggaran pendidikan membutuhkan kerja keras dan waktu lama.



    Laskar Pelangi menampilkan kisah menarik pendidikan Indonesia. Sentuhan kisah laskar pelangi dijiwai nilai inspiratif. Berani menampilkan apa adanya kualitas dan mutu pendidikan beserta sarana pendukungnya. Sebuah keindahan melihat kesetiaan dan seorang guru dan kepala sekolah mempertahankan prinsip membesarkan anak didik. Nyanyian syahdu, betapa pendidikan di desa kurang terperhatikan oleh pemerintah.



    Setidaknya ada empat hikmah dari kisah Laskar Pelangi. Pertama kondisi sekolah yang terbilang memprihatinkan. Sebuah sindiran bagi pendidikan Indonesia. Betapa banyak sekolah di bumi pertiwi bernasib mengenaskan. Sekolah bagaikan gubuk reyot, ketika hujan sekolah mengalami kebanjiran. Murid terganggu waktu belajarnya. Mereka dipaksa berjibaku membersihkan ruang kelas yang becek. Kondisi yang memprihatinkan bagi masa depan pendidikan anak negeri.



    Kedua, ketulusan pengabdian dari seorang guru. Bu Muslimah, seorang guru penuh keteladanan. Kesempatan mengajar digunakan semaksimal mungkin. Murid sedikit tak mengendurkan semangat mengabdi bagi pendidikan. Tak sedikitpun beliau menuntut gaji lebih. Keterbatasan pihak sekolah bersinergi dengan minimnya perhatian pemerintah. Kondis berbeda kita jumpai sekarang, guru berdemo menuntut kenaikan gaji. Jika tak dipenuhi mengancam mogok mengajar. Ketika sudah terpenuhi, terkadang tidak berbanding lurus dengan peningkatan mutu pendidikan.



    Bu Muslimah seolah menyindir kita. Setidaknya dua pelajaran dipetik dari kisah Ibu Guru Muslimah. Pertama, mengajar sebagai pengabdian. Tak semata mengejar kehidupan duniawi. Tanpa dukungan pemerintah beliau terus sabar mengajar muridnya. Ketika seorang Ikal kuliah di Australia, sedikitpun beliau mengharapkan imbalan. Kedua, minimnya perhatian pemerintah. Sulit dibayangkan, pemerintah malah bermaksud membubarkan sekolah miskin seperti SD Muhammadiyah Gantong. Kondisi yang bertolak belakang ketika bercerita RSBI. Begitu bersemangatnya. Pemerintah mendukung dan membela sekolah bertarif mahal itu. Padahal jika diperhatikan, Ibu muslimah mampu meluluskan mimpi Ikal studi di Australia. Tanpa kelas khusus bahasa Inggris dan SPP mahal.



    Ketiga, pendidikan berbasis kecerdasan terfokus. Dikisahkan bagaimana seorang anak ada yang cerdas secara musikal. Tiada hari tanpa berkawan radio dan musik. Seorang lagi, sibuk mencerdaskan kemampuan berhitung. Titik fokus itu berhasil dibuktikan dalam cerdas cermat. Ketika pertanyaan diajukan, tak perlu kertas dan waktu lama. Dia berhasil memecahkan soal matematika dalam waktu cepat. Apa artinya?. Jika pendidikan Indonesia iingin maju, kembangkan dan fokuskan bakat peserta didik. Bukan seperti sekarang, seorang murid sejak SD dijejali berbagai macam mata pelajaran. Akibatnya dia tidak fokus dan gagal berkembang secara maksimal.



    Keempat, untuk mencapai kesuksesan diperlukan kerja keras dan ide kreatif. Bu Muslimah menekankan, SD Muhammadiyah Gantong ikut karnaval. Ditunjum Mahar sebagai ketua kelompok memimpin teman – temannya. Kondisi sekolah yang miskin, membuat sekolah tidak menyediakan dana. Mulai mahar sibuk berpikir dan mencari inspirasi. Dia mulai bergerak, melakukan berbagai kegiatan demi memancing gagasan segar. Ketika teman sekelasnya mulai putus asa, bahkan mulai menganggapnya dila. Mahar kemudian datang, menawarkan ide segar. Pentas karnaval dihebohkan kehadiran SD Muhammadiyah Gantong. Mereka menampilkan atribut tarian dayak dan berhasil memenangan karnaval tahunan.



    Pada kesempatan lain dikisahkan, bagaimana kesulitan menjelang lomba cerdas cermat antar SD. Laskar Pelangi, sebutan Bu Mus bagi muridnya belajar menghitung memakai tusuk sate. Sekolah lain, sudah mahir menggunakan kalkulator. Kesulitan lain, buku pelajaran sebagai pendukung KBM sangat minim. Membeli kapur saja, harus berutang dulu dari pedagang toko di kota. Keadaan bertambah rumit, dimana Pak Cik (Kepala Sekolah) dipanggil Allah SWT. Bu Mus harus berjuang sendirian, menyiapkan muridnya mengikuti lomba kelak.



    Hari yang dinantikan tiba, para sekolah terbaik berkumpul. Kompetisi berlangsung ketat, kejar mengejar skor terjadi. Puncak ketegangan terasa makin mencekam mendekati babak akhir. Soal terakhir dibacakan, Bintang sang matematikawan muda menjawab. Jawaban dia salah, dan kegagalan membayangi tim Muhammadiyah Gantong. Juri sudah mensahkan, diprotes seorang guru. Bintang pun memberanikan diri kebenaran jawabannnya. Akhirnya dia berhasil membuktikan kebenaran jawabannya. Kemenangan atas perjuangan panjang berhasil diraih.


    Membaca kisah Laskar Pelangi memberikan perspektif baru. Sudah tiba waktunya pendidikan Indonesia mengalami reformasi. Perhatian terhadap sekolah terpencil ditingkatkan, jangan terjebak kesibukan mengurus sekolah berduit saja. Pendidikan milik semua rakyat Indonesia, bukan terbatas kalangan tertentu. Hentikan segala bentuk kastanisasi dan kapitalisasi pendidikan.

    Paradigma kesejahteraan guru, perlu mengalami perbaikan. Tidak hanya sekedar diukur sertifikasi yang dijadikan proyek kalangan oportunistik. Pengabdian seorang guru terlalu murah digantikan lembaran kertas sertifikat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, jangan menafikan peningkatan mutu pendidikan. Sebab kenaikan gaji guru sepantasnya berbanding lurus dengan peningkatan kualitas mengajar. Banyak pelajar gagal UN membuktikan guru belum berhasil mencapai target perbaikan pengajaran.



    Akhirnya, Laskar Pelangi adalah harapan pendidikan masa mendatang. Suara merdu perjuangan, narasi indah kesederhanaan dan lautan inspirasi mendalam. Semakin jauh menyelam, anda akan temukan jutaan hikmah. Batu kerikil bukan sebuah alasan untuk menyerah. Layar mimpi harus terus berkembang. Memberi sebanyak – banyaknya, bukan menerima sebanyak – banyaknya. Mengutip band Nindji “Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukan dunia”. Mimpi melahirkan optimisme pendidikan Indonesia bangkit dari keterpurukan.




    Inggar Saputra


    genmuslim_100@yahoo.co.id


    Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UNJ 2006

    Sumber : http://hminews.com/oase/pendidikan-generasi-laskar-pelangi/

1 komentar:

  1. Kang Inggar, saya angkut juga nih artikelnya ke sini, jadi penghuni Blog kita, gak apa yah?
    Izin share aja :-)

    (posted by ol)

    BalasHapus